Pada Oktober 2024 lalu, masa tenggang (Grace Period) UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) Indonesia telah resmi berakhir. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, pelaku bisnis kini harus mematuhi peraturan perlindungan data yang ketat untuk menghindari sanksi berat.
Undang-undang ini menandakan era baru dalam privasi dan keamanan data di Indonesia, yang akan mensejajarkan negara ini dengan standar global seperti GDPR di Uni Eropa.
Apa Itu UU PDP?
UU PDP (Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi) adalah peraturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang perlindungan data pribadi.
Disahkan pada 17 Oktober 2022, undang-undang ini bertujuan untuk memastikan hak individu atas data pribadi mereka, memberikan kerangka hukum dalam mengumpulkan, menggunakan, menyimpan, dan menghapus data pribadi, serta mencegah penyalahgunaan data oleh pihak ketiga.
UU PDP mengatur tanggung jawab pihak yang melakukan pengumpulan, penyimpanan, dan pemrosesan data pribadi, memberikan sanksi administratif dan pidana atas pelanggaran, serta mengatur hak-hak subjek data, seperti hak untuk mengakses, mengoreksi, atau menghapus data pribadi mereka.
Blog terkait:
Salah Kaprah Soal Aturan Berapa Lama Mengganti Password
Gunakan Aplikasi Sembarangan untuk Kerja dan Bisnis? Simak Risiko Besarnya
Undang-undang ini dianggap sebagai langkah besar perlindungan privasi di Indonesia, seiring semakin meningkatnya kebutuhan akan regulasi data di Indonesia.
UU PDP bertujuan untuk membangun kepercayaan publik, meningkatkan keamanan siber, dan menjadikan Indonesia sebagai pemain yang kompetitif dalam ekonomi digital global.
Apa yang Harus Perusahaan Lakukan Terkait UU PDP?
Walau masa grace period telah berakhir dan UU telah berlaku sepenuhnya, namun banyak bisnis masih bingung apa yang harus disiapkan agar comply dengan peraturan ini.
Berikut beberapa hal yang dapat pelaku bisnis lakukan untuk menghindari pelanggaran aturan:
1. Tunjuk petugas perlindungan data (Data Privacy Officer/DPO)
Setiap organisasi yang mengelola data pribadi dalam jumlah besar harus menunjuk DPO untuk mengawasi kepatuhan, mengelola risiko, dan bertindak sebagai penghubung dengan otoritas regulasi.
2. Lakukan audit data
Lakukan audit komprehensif untuk mengidentifikasi detail data pribadi apa yang dikumpulkan, di mana data tersebut disimpan, dan bagaimana data tersebut diproses. Pastikan bahwa tidak ada prosedur dan pengelolaan yang melanggar regulasi perlindungan data pribadi.
3. Dapatkan persetujuan
Pastikan organisasi meminta persetujuan secara eksplisit dari individu yang akan memberikan datanya sebelum mengumpulkan atau memproses data mereka.
Lebih dari itu, persetujuan harus didokumentasikan dan dapat dengan mudah dibatalkan oleh kedua belah pihak.
4. Terapkan langkah keamanan yang ketat
Berinvestasilah pada alat dan protokol keamanan siber canggih untuk melindungi data pribadi dari akses tidak sah, pelanggaran, dan kebocoran. Perbarui dan uji langkah-langkah ini secara berkala.
5. Kembangkan kebijakan privasi yang jelas
Susun kebijakan privasi transparan yang menguraikan dengan jelas bagaimana data pribadi digunakan dan menyediakan mekanisme bagi pengguna untuk menjalankan hak-hak mereka.
Jangan lupa bahwa uraian tersebut harus ditunjukkan di awal sebelum seseorang memberikan data mereka.
6. Melatih karyawan
Lakukan sesi pelatihan rutin untuk mendidik karyawan tentang praktik perlindungan data dan memastikan kepatuhan terhadap hukum.
7. Menetapkan protokol incident response
Mengembangkan dan menguji protokol serta prosedur untuk menanggapi pelanggaran data, termasuk pemberitahuan segera kepada individu yang terkena dampak dan otoritas regulasi.
Baca juga:
Hal yang Harus Perusahaan Hindari
Selain harus menyiapkan sumber daya untuk mematuhi regulasi ini, ada beberapa hal juga yang harus organisasi antisipasi agar tidak terkena sanksi, di antaranya:
1. Mengabaikan batas waktu kepatuhan
Gagal mematuhi persyaratan UU PDP dapat mengakibatkan denda, tindakan hukum, dan kerusakan reputasi.
2. Mengumpulkan data yang tidak diperlukan
Pastikan organisasi Anda hanya mengumpulkan data yang berhubungan langsung dengan proses bisnis Anda.
Harap diingat, semakin banyak data yang disimpan dari seseorang, semakin sulit organisasi Anda untuk menjaganya, yang secara otomatis meningkatkan risiko keamanan dan mempersulit Anda memenuhi peraturan.
3. Mengabaikan risiko pihak ketiga
Namanya bisnis pasti berhubungan dengan vendor atau pihak eksternal lainnya. Mungkin saja data yang Anda simpan diproses atau disimpan di tempat pihak ketiga.
Maka itu, pastikan bahwa vendor dan mitra yang memproses data atas nama Anda juga mematuhi UU PDP. Lakukan penilaian rutin terhadap praktik perlindungan data mereka.
4. Gagal menanggapi permintaan pengguna
Mengabaikan atau menunda tanggapan terhadap permintaan akses atau penghapusan data dari individu dapat mengakibatkan Anda berurusan dengan hukum.
Kesimpulan
Di era kesadaran data yang semakin tinggi ini, biarkan UU PDP menjadi katalis perubahan positif, yang mengarahkan industri teknologi Indonesia menuju masa depan yang lebih aman dan transparan.
Comments